BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Kata dan Pilihan Kata
1. Pilihan Kata
Pilihan kata atau diksi adalah pemilihan kata–kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Saat kita berbicara, kadang kita tidak sadar dengan kata–kata yang kita gunakan. Maka dari itu, tidak jarang orang yang kita ajak berbicara salah menangkap maksud pembicaraan kita.
Beberapa pengertian tentang diksi:
· Plilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
· Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
· Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.
2. Macam-Macam Makna Kata
a. Makna Denotati
Makna denotatif adalah makna yang sesuai apa adanya, mengandung makna obyektif, sesuai dengan hasil observasi, hasil pengukuran, pembatasan. Dalam pekerjaan ilmiah, dalam tulisan-tulisan ilmiah atau karangan-karangan argumentative, deskriptif atau ekspositoris perlu sekali dipertahankan makna-makna denotatif atau konseptual.
b. Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna di mana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif dapat muncul berdasarkan situasi dan pengalaman pemakainya.
Contoh:
Gedung itu luasnya hanya 300 meter persegi. (denotatif)
Gedung itu luas sekali. (konotatif)
Ada lima ratus orang yang menghadiri pesta itu. (denotatif)
Meluap hadirin yang mengikuti pesta itu. (konotatif)
Banayk sekali orang yang menghadiri pesta itu. (konotatif)
Gedung itu luas sekali. (konotatif)
Ada lima ratus orang yang menghadiri pesta itu. (denotatif)
Meluap hadirin yang mengikuti pesta itu. (konotatif)
Banayk sekali orang yang menghadiri pesta itu. (konotatif)
3. Konteks Linguistis dan Nonlinguistis
a. Konteks Linguistis
Konteks linguistis adalah hubungan antara unsur bahasa satu dengan unsur bahasa lain. Konteks linguistis mencakup konteks hubungan antara kata dengan kata dalam frasa atau kalimat, hubungan antar frasa dalam sebuah kalimat atau wacana, dan hubungan antar kalimat dalam wacana.
Konteks linguistis adalah hubungan antara unsur bahasa satu dengan unsur bahasa lain. Konteks linguistis mencakup konteks hubungan antara kata dengan kata dalam frasa atau kalimat, hubungan antar frasa dalam sebuah kalimat atau wacana, dan hubungan antar kalimat dalam wacana.
b. Konteks Nonlinguistic
konteks nonlinguistic yaitu hubungan yang mencakup antara dua hal yaitu, hubungan antara kata dan barang atau hal, dan hubungan antara bahasa dan masyarakat atau disebut juga konteks sosial. Bahasa yang digunakan bukan semata-mata karena masalah-masalah kebahasaan, tapi juga karena masalah kemasyarakatan yang bersifat nonlinguistic.
konteks nonlinguistic yaitu hubungan yang mencakup antara dua hal yaitu, hubungan antara kata dan barang atau hal, dan hubungan antara bahasa dan masyarakat atau disebut juga konteks sosial. Bahasa yang digunakan bukan semata-mata karena masalah-masalah kebahasaan, tapi juga karena masalah kemasyarakatan yang bersifat nonlinguistic.
4. Struktur Leksikal
a. Sinonimi
Sinonim adalah kata-kata yang memiliki makna yang sama.
Dalam ilmu bahasa yang murni, sebenarnya tidak diakui adanya sinonim. Tiap kata mempunyai nuansamakna yag berlainan, walaupun ada ketumpang-tindihan antara satu kata dengan kata yang lain. ketumpang-tindihan makna inilah yang membuat orang menerima konsep sinonimi atau sinonim ini. Selain itu, konsep ini juga diterima untuk mempercepat pemahaman makna sebuah kata yang baru, yang dikaitkan dengan kata-kata yang lama. Dengan demikian, proses perluasan kosa kata seseorang akan berjalan lebih lancer.
Sinonim adalah kata-kata yang memiliki makna yang sama.
Dalam ilmu bahasa yang murni, sebenarnya tidak diakui adanya sinonim. Tiap kata mempunyai nuansamakna yag berlainan, walaupun ada ketumpang-tindihan antara satu kata dengan kata yang lain. ketumpang-tindihan makna inilah yang membuat orang menerima konsep sinonimi atau sinonim ini. Selain itu, konsep ini juga diterima untuk mempercepat pemahaman makna sebuah kata yang baru, yang dikaitkan dengan kata-kata yang lama. Dengan demikian, proses perluasan kosa kata seseorang akan berjalan lebih lancer.
b. Polisemi dan Homonimi
Polisemi adalah sebuah kata yang dapat memiliki bermacam-macam arti. Sedangakan homonimi adalah dua kata atau lebih tetapi memiliki bentuk yang sama.
Untuk menetapkan apakah suatu bentuk itu merupakan polisemi atau homonimi, kadang-kadang tidakselalu mudah. Kamus-kamus biasanya menetapkan apakah sebuah kata itu polisemi atau homonimi berdasarkan etimologi atau pertalian historisnya.
Polisemi adalah sebuah kata yang dapat memiliki bermacam-macam arti. Sedangakan homonimi adalah dua kata atau lebih tetapi memiliki bentuk yang sama.
Untuk menetapkan apakah suatu bentuk itu merupakan polisemi atau homonimi, kadang-kadang tidakselalu mudah. Kamus-kamus biasanya menetapkan apakah sebuah kata itu polisemi atau homonimi berdasarkan etimologi atau pertalian historisnya.
c. Hiponimi
Hiponimi adalah relasi antara kata yang berwujud atas-bawah, atau dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain. Karena ada kelas atas yang mencakup sejumlah komponen yang lebih kecil, dan ada sejumlah kelas bawah yang merupakan komponen-komponen yang tercakup dalam kelas atas, maka kata yang berkedudukan sebagai kelas atas disebut superordinat dan kelas bawah yang disebut hiponim.
d. Antonimi
Antonimi adalah relasi antara makna yang wujud logisnya sangat berbeda atau bertentangan. Bila dibandingkan dengan sinonimi, maka antonimi merupakan hal yang wajar dalam bahasa Indonesia.
Antonimi adalah relasi antara makna yang wujud logisnya sangat berbeda atau bertentangan. Bila dibandingkan dengan sinonimi, maka antonimi merupakan hal yang wajar dalam bahasa Indonesia.
B. Perluasan Kosa Kata
1. Cara Memperluas Kosa Kata
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperluas kosa kata, diantaranya:
a. Proses belajar
Kita dapat memperluas kosa kata kita melalui proses belaj
ar di lembaga-lembaga pendidikan. Di dalam suatu pelajaran biasanya terdapat istilah-istilah yang nantinya dapat dijelaskan oleh para pendidik. Dalam menyampaikan uraian tentang istilah-istilah tersebut, para pendidik harus cermat dan teliti agar peserta didik tidak mewarisi pengertian yang kurang tepat.
ar di lembaga-lembaga pendidikan. Di dalam suatu pelajaran biasanya terdapat istilah-istilah yang nantinya dapat dijelaskan oleh para pendidik. Dalam menyampaikan uraian tentang istilah-istilah tersebut, para pendidik harus cermat dan teliti agar peserta didik tidak mewarisi pengertian yang kurang tepat.
b. Konteks
Ada banyak kosa kata yang diperluas melalui sebuah konteks. Konteks adalah lingkungan yang dimasuki sebuah kata. Kombinasi kata-kata yang sama dapat memberikan pengertian yang berbeda dalam lingkungan kontekstual yang berlainan.
Contoh:
Meskipun masih berumur tiga tahun, adikku sudah bisa membaca. (mampu)
Ular itu memiliki bisa yang sangat berbahaya. (racun)
Meskipun masih berumur tiga tahun, adikku sudah bisa membaca. (mampu)
Ular itu memiliki bisa yang sangat berbahaya. (racun)
c. Kamus, kamus sinonim, dan thesaurus
Kamus, kamus sinonim, dan tesaurus merupakan referensi yang disusun untuk memperluas pengetahuan tentang kosa kata.
Kamus merupakan sebuah buku referensi yang memuat daftar kosa kata yang terdapat dalam sebuah bahasa, yang disusun secara alfabetis disertai keterangan bagaimana menggunakan kata itu.
Sebuah kamus haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Susunan kamus yang baik biasanya terdiri dari tiga bagian utama, yaitu:
Kamus merupakan sebuah buku referensi yang memuat daftar kosa kata yang terdapat dalam sebuah bahasa, yang disusun secara alfabetis disertai keterangan bagaimana menggunakan kata itu.
Sebuah kamus haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Susunan kamus yang baik biasanya terdiri dari tiga bagian utama, yaitu:
1. Bagian pendahuluan
Pada bagian pendahuluan, memuat tentang tata cara menggunakan kamus.
2. Isi kamus
Isi kamus terdiri dari daftar kata yang disusun menurut urutan abjad dan disertai keterangannya.
3. Bagian pelengkap
Bagian pelengkap ini biasanya ditambahkan pada suatu kamus agar menjadi kamus yang baik. Biasanya bagian ini terdiri dari kata dan frasa asing, tokoh terkenal dan nama geografis, atau bagian-bagian lain yang dianggap perlu.
Bagian pelengkap ini biasanya ditambahkan pada suatu kamus agar menjadi kamus yang baik. Biasanya bagian ini terdiri dari kata dan frasa asing, tokoh terkenal dan nama geografis, atau bagian-bagian lain yang dianggap perlu.
Kamus sinonim merupakan buku referensi yang disusun untuk membedakan konotasi-konotasi, yaitu sugesti-sugesti yang ditimbulkan oleh kata-kata yang tampaknya mempunyai arti yang sama, tetapi tidak dapat saling melengkapi. Misalny: buku-kitab, cepat-lekas-segera, kikir-pelit, dan sebagainya. Kamus sinonim ini biasanya dimanfaatkan sebagai pelengkap kamus biasa.
Tesaurus merupakan buku yang disusun menurut sebuah sistem tertentu, terdiri dari gagasan-gagasan yang mempunyai pertalian timbal-balik, sehingga setiap pemakai dapat memilih istilah atau kata yang ada di dalamnya. Tesaurus ini biasanya disusun untuk keperluan sendiri.
d. Menganalisa kata
Yang dimaksud menganalisa kata di sini adalah analisa terhadap bagian-bagian kata yang selalu muncul dalam bentuk-bentuk gabungan, sehingga dengan mengingat dasar katanya, maka semua kata yang mempergunakan dasar tadi, dapat diduga maknanya secara tepat. Bagian-bagian kata yang berbentuk gabungan itu dapat berupa akar kata maupun imbuhan-imbuhan.
Yang dimaksud menganalisa kata di sini adalah analisa terhadap bagian-bagian kata yang selalu muncul dalam bentuk-bentuk gabungan, sehingga dengan mengingat dasar katanya, maka semua kata yang mempergunakan dasar tadi, dapat diduga maknanya secara tepat. Bagian-bagian kata yang berbentuk gabungan itu dapat berupa akar kata maupun imbuhan-imbuhan.
2. Mengaktifkan Kosa Kata
Cara mengaktifkan kosa kata dapat dilakukan dengan dua cara:
Cara mengaktifkan kosa kata dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Di luar kemauan seseorang
Hal ini biasanya terjadi pada seseorang yang berada dalam dunia pendidikan. Bila pendidik mengulang-ulang istilah-istilah atau kosa kata saat menjelaskan pelajarannya, maka secara tidak sengaja peserta didik pun dapat mengingat secara aktif di otaknya. Selain itu, pengaktifan kosa kata dalam dunia pendidikan bisa terjadi saat peserta didik selalu membaca istilah-istilah atau kosa kata yang dibaca dari buku pelajarannya.
Proses ini pun dapat terjadi pada seseorang yang berada di luar dunia pendidikan. Bila seseorang sering membaca atau mendengar istilah-istilah atau kosa kata baik melalui orang lain maupun dari media cetak atau media elektronik, maka istilah-istilah atau kosa kata itu pun dapat hidup dan aktif dalam otaknya.
Proses ini pun dapat terjadi pada seseorang yang berada di luar dunia pendidikan. Bila seseorang sering membaca atau mendengar istilah-istilah atau kosa kata baik melalui orang lain maupun dari media cetak atau media elektronik, maka istilah-istilah atau kosa kata itu pun dapat hidup dan aktif dalam otaknya.
b. Dengan kemauan seseorang
Proses ini dilakukan secara sengaja dan dikembangkan melalui beberapa metode:
1. lebih sering menggunakan kata tertentu
Sengaja lebih sering menggunakan kata atau istilah yang baru didengar atau dibaca
2. Mempertajam pengertian kata
Mempertajam pengertian kata-kata tertentu, dengan membedakan nuansa arti yang didukungnya masing-masing. Contoh: puas, senang, lega, betah; sesak, penuh, sendat, sempit; gejala, indikasi, tanda-tanda; dan lain sebagainya.
3. menertibkan pemakaian kata yang khas
Menertibkan diri sendiri untuk mencari kata-kata yang khas, bila menulis atau membicarakan sesuatu yang khusus. Usaha ini memaksa kita untuk menemukan kata-kata yang bersinonim dari kosa kata kita, lalu menetapkan kata mana yang paling cocok untuk peristiwa atau persoalan yang khas tadi.
Menertibkan diri sendiri untuk mencari kata-kata yang khas, bila menulis atau membicarakan sesuatu yang khusus. Usaha ini memaksa kita untuk menemukan kata-kata yang bersinonim dari kosa kata kita, lalu menetapkan kata mana yang paling cocok untuk peristiwa atau persoalan yang khas tadi.
C. Pendayagunaan Kata dan Ketepatan Pilihan Kata
1. Ketepatan Pilihan Kata
Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara
2. Persyaratan Ketepatan Diksi
Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pemnbicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya untuk mencapai maksud tersebut.
Hal-hal yang harus diperhatikan agar bisa mencapai ketepatan pilihan kata:
• Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi.
• Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.
• Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya.
• Menghindari kata-kata ciptaan sendiri
• Waspada terhadap penggunaan akhiraan asing, terutama kata-kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut.
• Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis.
• Penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus untuk menjamin ketepatan diksi.
• Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus.
• Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
• Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.
Hal-hal yang harus diperhatikan agar bisa mencapai ketepatan pilihan kata:
• Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi.
• Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.
• Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya.
• Menghindari kata-kata ciptaan sendiri
• Waspada terhadap penggunaan akhiraan asing, terutama kata-kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut.
• Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis.
• Penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus untuk menjamin ketepatan diksi.
• Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus.
• Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
• Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.
3. Kata Umum dan kata Khusus
Kata khusus merupakan kata yang mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan kongkret, menggambarkan dan menghadirkan makna sesuai dengan hasil pengamatan penulis atau pembicara. Sedangkan kata umum merupakan kata yang mengacu pada suatu hal atau kelompok yang luas bidang lingkupnya, hanya memberikan beberapa kemungkinan makna.
Dalam penulisan dan penuturan, kita perlu memilih kata-kata khusus untuk mencapai ketepatan pengertian. Semakin khusus sebuah kata atau istilah, semakin dekat titik persamaan atau pertemuan yang dapat dicapai antara penulis dan pembaca, sebaliknya semakin umum sebuah istilah, semakin jauh pula titik persamaan atau pertemuan antara penulis dan pembaca.
Adanya pemilihan kata-kata khusus dalam penulisan dan penuturan, bukan berarti kata-kata umum itu tidak mendapatkan tempat dalam tulisan-tulisan yang baik. Akan tetapi, pengertian-pengertian yang umum perlu mendapat penjelasan lebih lanjut, memerlukan lagi pengembangan yang kongkret dan khusus pula.
Dalam penulisan dan penuturan, kita perlu memilih kata-kata khusus untuk mencapai ketepatan pengertian. Semakin khusus sebuah kata atau istilah, semakin dekat titik persamaan atau pertemuan yang dapat dicapai antara penulis dan pembaca, sebaliknya semakin umum sebuah istilah, semakin jauh pula titik persamaan atau pertemuan antara penulis dan pembaca.
Adanya pemilihan kata-kata khusus dalam penulisan dan penuturan, bukan berarti kata-kata umum itu tidak mendapatkan tempat dalam tulisan-tulisan yang baik. Akan tetapi, pengertian-pengertian yang umum perlu mendapat penjelasan lebih lanjut, memerlukan lagi pengembangan yang kongkret dan khusus pula.
4. Kata Indria
Kata-kata indria melukiskan suatu sifat yang khas, menyatakan pengalaman-pengalaman dari pencerapan panca indria, yaitu cerapan indria penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Oleh karena itu, pemakaiannya harus tepat.
Contoh:
Wajahnya manis sekali.
Suaranya manis kedengarannya.
Contoh:
Wajahnya manis sekali.
Suaranya manis kedengarannya.
5. Perubahan Makna
Makna kata tidak selalu bersifat statis. Akan tetapi makna kata itu akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu sehingga akan menimbulkan kesulitan-kesulitan baru bagi pemakai yang bersifat konservatif.
Terjadinya perubahan makna tidak saja mencakup bidang waktu, tapi dapat juga mencakup persoalan tempat. Dalam persoalan pilihan kata, dasar yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan apakah suatu makna sudah berubahatau tidak adalah pemakaian kata dengan makna tertentu harus bersifat naisonal (masalah tempat), terkenal,dan sementara berlangsung (masalah waktu).
Perubahan-perubahan makna yang penting adalah:
Makna kata tidak selalu bersifat statis. Akan tetapi makna kata itu akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu sehingga akan menimbulkan kesulitan-kesulitan baru bagi pemakai yang bersifat konservatif.
Terjadinya perubahan makna tidak saja mencakup bidang waktu, tapi dapat juga mencakup persoalan tempat. Dalam persoalan pilihan kata, dasar yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan apakah suatu makna sudah berubahatau tidak adalah pemakaian kata dengan makna tertentu harus bersifat naisonal (masalah tempat), terkenal,dan sementara berlangsung (masalah waktu).
Perubahan-perubahan makna yang penting adalah:
a. perluasan arti
Suatu proses perubahan makna yang dialami sebuah kata yang tadinya mengandung suatu makna yang khusus, tetapi kemudian meluas sehing
ga melingkupi sebuah kelas makna yang lebih umum.
Dulu kata bapak dan saudara hanya dipakai dalam hubungan biologis, sekarang semua orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya disebut bapak, dan lain-lainnya dengan saudara.
ga melingkupi sebuah kelas makna yang lebih umum.
Dulu kata bapak dan saudara hanya dipakai dalam hubungan biologis, sekarang semua orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya disebut bapak, dan lain-lainnya dengan saudara.
b. penyempitan arti
suatu proses yang dialami sebuah kata di mana makna yang lama lebih luas cakupannya dari makna yang baru.
Kata sarjana dulu dipakai untuk menyebut semua orang cendekiawan. Sekarang dipakai untuk gelar universiter.
Kata sarjana dulu dipakai untuk menyebut semua orang cendekiawan. Sekarang dipakai untuk gelar universiter.
c. ameliorasi
suatu proses perubahan makna, di mana arti yang baru dirasakan lebih tinggi atau lebih baik nilainya dari arti yang lama.
Kata istri dirasakan lebih tinggi dari pada bini.
suatu proses perubahan makna, di mana arti yang baru dirasakan lebih tinggi atau lebih baik nilainya dari arti yang lama.
Kata istri dirasakan lebih tinggi dari pada bini.
d. peyorasi
suatu proses perubahan makna, di mana arti yang baru dirasakan lebih rendah nilainya dari arti yang lama.
Kata perempuan dulu tidak mengandung nilai yang kurang baik, tapi sekarang nilainya dianggap kurang baik dibandingkan dengan kata wanita.
suatu proses perubahan makna, di mana arti yang baru dirasakan lebih rendah nilainya dari arti yang lama.
Kata perempuan dulu tidak mengandung nilai yang kurang baik, tapi sekarang nilainya dianggap kurang baik dibandingkan dengan kata wanita.
e. metafora
perubahan makna karena persamaan sifat antara dua obyek. Salah satu sub-tipe dari metafora adalah sinestesia, yaitu perubahan makna berdasarkan pergeseran istilah antara dua indria.
misalnya dari indria peraba ke indria penciuman.kita mengatakan penciuman yang tajam, walaupun kata tajam sebenarnya menyangkut indria peraba.
Contoh: sampah masyarakat (orang yang suka dibenci)
Bermuka dua (munafik)
perubahan makna karena persamaan sifat antara dua obyek. Salah satu sub-tipe dari metafora adalah sinestesia, yaitu perubahan makna berdasarkan pergeseran istilah antara dua indria.
misalnya dari indria peraba ke indria penciuman.kita mengatakan penciuman yang tajam, walaupun kata tajam sebenarnya menyangkut indria peraba.
Contoh: sampah masyarakat (orang yang suka dibenci)
Bermuka dua (munafik)
f. metonimi
suatu proses perubahan makna terjadi karena hubungan yang erat antara kata-kata yang terlibat dalam suatu lingkungan makna yan sama, dan dapat diklasifikasi menurut tempat atau waktu, menurut hubungan isi dan kulit, hubungan antara sebab dan akibat.
Kata kota tadinya berarti susunan batu yang dibuat mengelilingi sebuah tempat pemukiman sebagai pertahanan terhadap bserangan dari luar. Sekarang tempat pemukiman itu disebut kota, meskipun sudah tidak ada lagi batu yang mengelilinginya.
Kata kota tadinya berarti susunan batu yang dibuat mengelilingi sebuah tempat pemukiman sebagai pertahanan terhadap bserangan dari luar. Sekarang tempat pemukiman itu disebut kota, meskipun sudah tidak ada lagi batu yang mengelilinginya.
g. Kelangsungan Pilihan Kata
Suatu cara lain untuk menjaga ketepatan pilihan kata adalah kelangsungan. Yang dimaksud dengan kelangsungan pilihan kata adalah teknik memilih kata yang sedemikian rupa, sehingga maksud atau pikiran seseorang dapat disampaikan secara tepat dan ekonomis.
Suatu cara lain untuk menjaga ketepatan pilihan kata adalah kelangsungan. Yang dimaksud dengan kelangsungan pilihan kata adalah teknik memilih kata yang sedemikian rupa, sehingga maksud atau pikiran seseorang dapat disampaikan secara tepat dan ekonomis.
D. Pendayagunaan Kata dan Kesesuaian Pilihan Kata
1. Kesesuaian Pilihan Kata
Perbedaan antara ketepatan pilihan kata dengan kesesuaian pilihan kata adalah ketepatan mempersoalkan apakah kata-kata yang digunakan sudah setepat-tepatnya, sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi yang berlainan antara pembicara dan pendengar, atau antara penulis dan pembaca; sedangkan dalam kesesuaian pilihan kata kita mempersoalkan apakah pilihan kata dan gaya bahasa yang digunakan tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan orang yang hadir.
2. Persyaratan Kesesuaian Diksi
Ada beberapa hal yang perlu diketahui setiap penulis atau pembicara dengan para hadirin atau para pembaca, diantaranya:
o Hindarilah bahasa atau unsur substandar dalam suatu situasi yang formal.
o Gunakan kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi umum hendaknya menggunakan kata-kata popular.
o Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum.
o Menghindari pemakaian kata-kata slang.
o Dalam penulisan, jangan menggunakan kata percakapan.
o Hindarilah ungkapan-ungkapan yang usang.
o Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artificial.
o Hindarilah bahasa atau unsur substandar dalam suatu situasi yang formal.
o Gunakan kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi umum hendaknya menggunakan kata-kata popular.
o Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum.
o Menghindari pemakaian kata-kata slang.
o Dalam penulisan, jangan menggunakan kata percakapan.
o Hindarilah ungkapan-ungkapan yang usang.
o Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artificial.
3. Bahasa Standar dan Substandar
Bahasa standar adalah semacam dialek kelas dan dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status sosial yang cukup dalam suatu masyarakat. Secara kasar, kelas ini dianggap sebagai kelas terpelajar.
Bahasa nonstandar adalah bahasa dari mereka yang tidak memperoleh kedudukan atau pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya bahasa ini dipakai untuk pergaulan biasa, tidak dipakai dalm tulisan-tulisan. Bahasa nonstandar juga dapat berlaku untuk suatu wilayah yang luas dalam wilayah bahasa standar tadi.
Pilihan kata seseorang harus sesuai dengan lapisan pemakaian bahasa. Dalam suatu suasana formal, harus digunakan unsur-unsur bahasa standar, harus dijaga agar unsur-unsur nonstandar tidak boleh menyelinap masuk dalam tutur seseorang.
Bahasa nonstandar adalah bahasa dari mereka yang tidak memperoleh kedudukan atau pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya bahasa ini dipakai untuk pergaulan biasa, tidak dipakai dalm tulisan-tulisan. Bahasa nonstandar juga dapat berlaku untuk suatu wilayah yang luas dalam wilayah bahasa standar tadi.
Pilihan kata seseorang harus sesuai dengan lapisan pemakaian bahasa. Dalam suatu suasana formal, harus digunakan unsur-unsur bahasa standar, harus dijaga agar unsur-unsur nonstandar tidak boleh menyelinap masuk dalam tutur seseorang.
4. Kata Ilmiah dan Kata Populer
Kata-kata populer adalah kata-kata yang umum dipakai dalam komunikasi sehari-hari oleh seluruh lapisan masyarakat.
Kata-kata ilmiah merupakan kata-kata yang dipakai oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, dan dalam diskusi-diskusi yang khusus.
Dengan membedakan kata-kata ilmiah dan kata-kata popular, maka setiap pengarang yang ingin menulis suatu topik tertentu harus menetapkan siapakah yang menjadi sasaran tulisannya. Bila yang menjadi sasaran adalah suatu kelompok khusus yang diikat oleh suatu bidang ilmu tertentu maka ia harus menggunakan kata-kata ilmiah. Tetapi bila yang menjadi sasarannya adalah masyarakat umum, maka kata-kata yang dipilih adalah kata-kata popular.
Kata-kata ilmiah merupakan kata-kata yang dipakai oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, dan dalam diskusi-diskusi yang khusus.
Dengan membedakan kata-kata ilmiah dan kata-kata popular, maka setiap pengarang yang ingin menulis suatu topik tertentu harus menetapkan siapakah yang menjadi sasaran tulisannya. Bila yang menjadi sasaran adalah suatu kelompok khusus yang diikat oleh suatu bidang ilmu tertentu maka ia harus menggunakan kata-kata ilmiah. Tetapi bila yang menjadi sasarannya adalah masyarakat umum, maka kata-kata yang dipilih adalah kata-kata popular.
5. Jargon
Dalam hal ini, jargon diartikan sebagai kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya. Oleh karena itu, jargon merupakan bahasa yang khusus sekali, maka tidak akan banyak artinya bila dipakai untuk suatu sasaran yang umum.
Contoh: topi miring : minuman keras
Contoh: topi miring : minuman keras
6. Kata Percakapan
Yang dimaksud dengan kata percakapan adalah kata–kata yang biasa hidrogeniumdipakai dalam pergaulan orang-orang terdidik.
Ada banyak konstruksi yang digunakan oleh kaum terpelajar dalam kehidupan sehari-hari tapi tidak pernah dipakai dalam tulisan, bahkan dalam tulisan formal sekalipun.
Ada banyak konstruksi yang digunakan oleh kaum terpelajar dalam kehidupan sehari-hari tapi tidak pernah dipakai dalam tulisan, bahkan dalam tulisan formal sekalipun.
7. Kata Slang
Kata slang merupakan kata-kata nonstandard yang informal yang disusun secara khas. Kata-kata slang bertolak dari keinginan agar bahasa itu lebih hidup dan asli.
Contoh : kata-kata seperti bus, oto, taksi, bom-H, tadinya adalah kata slang yang disingkat dari Vehiculum omnibus (kendaraan umum) , auto mobil, taxy cab (kereta yang disewakan), bom hidrogenium, pada suatu waktu adalah kata slang, tetapi diterima sebagai kata popular.
Contoh : kata-kata seperti bus, oto, taksi, bom-H, tadinya adalah kata slang yang disingkat dari Vehiculum omnibus (kendaraan umum) , auto mobil, taxy cab (kereta yang disewakan), bom hidrogenium, pada suatu waktu adalah kata slang, tetapi diterima sebagai kata popular.
8. Idiom
Yang disebut idiom adalah pola-pola structural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa dijelaskan secara logis atau secara gramatikal dengan bertumpu pada maknakata-kata yang membentuknya.
Kita tidak menolak idiom, akan tetapi pengaranga manapun yang menggunakan idiom yang sudah usang, akan selalu dianggap sebagai pengarang yang usang dan kaku. Jadi, hindarilah menggunakan idiom yang sudah usang.
Contoh: Meja hijau (pengadilan)
Makan garam (berpengalaman)
Kita tidak menolak idiom, akan tetapi pengaranga manapun yang menggunakan idiom yang sudah usang, akan selalu dianggap sebagai pengarang yang usang dan kaku. Jadi, hindarilah menggunakan idiom yang sudah usang.
Contoh: Meja hijau (pengadilan)
Makan garam (berpengalaman)
9. Bahasa Artifisial
Bahasa artifisial adalah bahasa yag disusun secara seni. Bahasa artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannnya untuk menyatakan suatu maksud. Dalam puisi atau prosa lirik memang perlu ditampilkan bahasa yang indah. Dalam bahasa umum atau bahasa ilmiah, bahasa artifisial perlu dihindari.
Contoh :
Artificial : Ia mendengar kepak sayap kelelawar dan guyuran sisa hujan dari dedaunan, karena angin pada kemuning.
Ia mendengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti, yang jauh.
Biasa : Ia mendengar bunyi sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin
Di daun.
Ia mendengar derap kuda dan pedati ketika langit mulai terang
Bahasa artifisial adalah bahasa yag disusun secara seni. Bahasa artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannnya untuk menyatakan suatu maksud. Dalam puisi atau prosa lirik memang perlu ditampilkan bahasa yang indah. Dalam bahasa umum atau bahasa ilmiah, bahasa artifisial perlu dihindari.
Contoh :
Artificial : Ia mendengar kepak sayap kelelawar dan guyuran sisa hujan dari dedaunan, karena angin pada kemuning.
Ia mendengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti, yang jauh.
Biasa : Ia mendengar bunyi sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin
Di daun.
Ia mendengar derap kuda dan pedati ketika langit mulai terang
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diksi memegang peranan penting dalam mencapai efektivitas penulisan. Dalam diksi harus diperhatikan dalam membedakan antara makna konseptual atau denotatif, makan asosiatif atau makna konotatif, antara kata umum dan kata professional antara kata formal dan nonformal, antara kata standard dan nonstandard, antara kata dialek dan bahasa umum, antara kata umum dan istilah, antara kata arkhaik dan kata baru, antara kata tutur dan kata tulis, antara kata konkrit dan kata abstrak, antara kata umum dan kata khusus, antara slang, jargon dan kata formal, antara kata yang kuat berbobot dan kata lemah, antara kata tunggal dan frase, kata tunggal dan idiom, antara frase dan idiom.
Dalam diksi harus diperhatikan soal sinonim, antonim, polisemi, homonim, dan homograf, hiponimi dan hipernimi.
Dalam diksi harus diperhatikan soal sinonim, antonim, polisemi, homonim, dan homograf, hiponimi dan hipernimi.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys. 1996. Diksi dan gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Parera, Jos Daniel. 1987. Belajar Mengemukakan Pendapat Edisi keempat. Jakarta: Erlangga.
Parera, Jos Daniel. 1987. Belajar Mengemukakan Pendapat Edisi keempat. Jakarta: Erlangga.
www.google.com
www.wikipedia.org
0 komentar:
Posting Komentar