Kamis, 06 Oktober 2011

Zaman Yunani Klasik

| |

Perkembangan seni rupa murni Yunani Klasik dimulai pada zaman Kreta berupa seni relief, seni lukis dan seni patung. Seni lukis zaman Kreta cenderung menggunakan teknik fresco yaitu pewarnaan lukisan pada dinding bangunan dalam keadaan basah. Sedangkan relief yang dikerjakan pada dinding bangunan dengan teknik pahatan (stucco). Seni lukis ditemukan di Knostos yang bercorak dekoratif. Diperkirakan pada zaman Kreta bangsa Yunani telah mahir membuat patung, hasil peninggalannya tidak ditemukan. 
Seni patung: patung pada zaman Yunani Tengah memiliki dua corak yang berbeda. Corak tersebut adalah corak Ionia dan corak Doria.



Seni patung corak Ionia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 
a. Mewujudkan bentuk perempuan sebagai lambang Dewi. 
b. Sikap duduk dan berdiri mengesankan gerakan. 
c. Wajah tersenyum ramah. 
d. bentuk lebih harmonis. 

Seni patung corak Doria, ciri-cirinya sebagai berikut: 
a. Mewujudkan bentuk laki-laki sebagai lambang Dewa. 
b. Mengesankan sikap orang berjalan dengan kaki kiri melangkah ke depan. 
c. Proporsi tidak realistis. 
d. Wajah bulat dengan senyum angkuh dan bibir sedikit terbuka 
            Pada zaman gemilang, seni patung Yunani benar-benar mengalami puncaknya. Hal ini karena patung yang dibuat mempertimbangkan proporsi yang mendekati sempurna. Kemajuan seni patung Yunani dipelopori oleh 3 seniman yang hidup pada masa itu. Mereka itu adalah Phiedias, Myron, dan Polycletos. Ketiga pematung tersebut mampu menggabungkan langgam Doria yang tegar dengan langgam Ioania yang harmonis. Percampuran langgam tersebut, diberi sebutan Attis. Nama tersebut diambil dari nama tempat mereka berkarya yaitu Attica-Athena. 
            Keberadaan seni lukis Yunani hanya dapat diketahui dari literature-literatur Yunani Klasik. Hal ini disebabkan karya-karya lukisan Yunani musnah dan tidak ada peninggalannya sama sekali. Dari literature-literatur diketahui bahwa para seniman lukis Yunani pada zaman itu belum menguasai perspektif dan gelap terang (cahaya). Lukisannya bersifat dekoratif. Hal ini berawal dari lukisan jembangan pada zaman Kreta. Lukisan pada jembangan banyak menampilkan motif-motif kelautan, seperti rumput laut, ubur-ubur, ikan, karang, gelombang, dsb. Perkembangan berikutnya pada abad 10 SM muncul motif-motif geometris pada seni hias jembangan. Motif-motif lainnya berupa motif binatang, manusia yang ditampakkan dengan warna hitam pada jembangan tanah liat yang berwarna merah. Terdapat juga motif-motif kisah-kisah mitologi dan kepahlawanan. 
Pelukis Yunani yang terkenal yang tercatat dalam literature Yunani Klasik adalah Polygnatos dan Apelles.

Pandangan Para Filosof
Plato
Pemahaman Plato tentang keindahan yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi, yang terdapat dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya terletak pada dunia ide.  Ia berpendapat bahwa kesederhanaan adalah ciri khas dari keindahan, baik dalam alam semesta maupun dalam karya seni.  Namun, tetap saja, keindahan yang ada di dalam alam semesta ini hanyalah keindahan semu dan merupakan keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.

Aristoteles
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku Poetike Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan. Menurut Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran material. Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan estetika. Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke luar. Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif. Dorongan normatif yang dimaksud adalah dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut. Wujud itu ditiru dari apa yang ada di dalam kenyataan.

Plotinus

Keindahan juga memiliki pengertian spiritual, karena itu estetika dekat sekali dengan kehidupan moral. Esensi keindahan tidak terletak pada harmoni dan simetri. Ada semacam skala menaik tentang keindahan, mulai dari keindahan yang bersifat inderawi, naik ke emosi, kemudian ke susunan alam semesta yang immaterial. Jadi, keindahan itu bertingkat, mulai dari keindahan inderawi sampai kepada keindahan Ilahi.
Konsep keindahan pada Plotinus berhubungan juga dengan pandangannya tentang kejahatan. Kejahatan tidak mempunyai realitas metafisis. Perbuatan jahat adalah perbuatan aku yang rendah. Aku yang rendah ini bukanlah aku yang berupa realitas pada manusia. Aku yang berupa realitas ialah aku yang murni. Aku yang murni itu terdiri atas Logos dan Nous. Logos menerima dari Nous (akal) idea-idea yang kekal. Dengan perantara Logos (pikiran), jiwa hanya dapat melakukan tugas yang mulia, yang tujuannya bersatu dengan Tuhan


http://chokogitho.blogspot.com/2009/07/plotinus.html

0 komentar:

Posting Komentar